BAB I
A. Latar Belakang
Luka bakar
adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase
lanjut (Nugroho, 2012). Luka bakar merupakan luka yang unik di antara
bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar
jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama.
Dengan cepat luka bakar akan di diami oleh bakteri patogen, mengalami eksudasi
dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan kerap kali
memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk menghasilkan penutupan
luka yang permanen (Smeltzer & Suzanne C, 2002).
Berdasarkan
data World Health Organization (WHO) tahun 2012, secara global, trauma luka
bakar termasuk kedalam peringkat ke 15 penyebab utama kematian pada anak-anak
dan dewasa muda yang berusia 5-29 tahun. Angka mortalitas akibat trauma luka
bakar sekitar 195.000 jiwa pertahun. Lebih dari 95% trauma luka bakar yang
serius terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Asia Tenggara
merupakan wilayah penyumbang terbesar kasus luka bakar di dunia dengan angka
kematian tertinggi adalah perempuan dan anak-anak dibawah usia 5 tahun serta
orang tua yang berusia lebih dari 70 tahun.
Berdasarkan
data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010 insiden tentang luka bakar
di Amerika Serikat sejak Januari 2001 hingga Juni 2010diperkirakan lebih dari
163.000 kasus, dimana 70% pasien adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar
32 tahun, 18% anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan 12% kasus berusia
lebih dari 60 tahun. Luka bakar dengan luas 10% Total Body Surface Area(TBSA)
sebesar 7%. Penyebab tertinggi akibat flame burn (44%) dan tingkat kejadian
paling sering di rumah (68%).
Berdasarkan
data dari Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar di Indonesia adalah
2,2 %. Menurut Tim Pusbankes 118 Persi DIY (2012) angka kematian akibat luka
bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39% pertahun
sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-rata dirawat 6 pasien luka
bakar perminggu setiap tahun. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien
dengan luka bakar akut yang dirujuk pada tahun 2010 sebanyak 143 orang pasien.
Dari 50 orang pasien, 24 orang pasien (48%) meninggal dan 26 orang pasien (52%)
dapat diselamatkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan luka bakar ?
2.
Bagaimana klasifikasi luka bakar ?
3.
Bagaimana etiologi luka bakar ?
4.
Bagaimana patofisiologi luka bakar?
5.
Bagaimana manifestasi klinis luka bakar ?
6.
Bagaimana penyembuhan luka bakar ?
7.
Bagaimana luas luka bakar ?
8.
Bagaimana komplikasi luka bakar ?
9.
Bagaimana penatalaksanaan luka bakar ?
10. Bagaimana
asuhan keperawatan luka bakar ?
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
luka bakar
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui pengertian luka bakar
b.
Untuk mengetahui klasifikasi luka bakar
c.
Untuk mengetahui etiologi luka bakar
d.
Untuk mengetahui patofisiologi luka bakar
e.
Untuk mengetahui manifestasi klinis luka bakar
f.
Untuk mengetahui penyembuhan luka bakar
g.
Untuk mengetahui luas luka bakar
h.
Untuk mengetahui komplikasi luka bakar
i.
Untuk mengetahui penatalaksanaan luka bakar
j.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan luka bakar
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Konsep
Dasar Luka Bakar
1.
Pengertian
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak
dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi,
juga disebabkan oleh kontak suhu rendah. Luka bakar ini dapat mengakibatkan
kematian atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik
(Rendy, 2012).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh
pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan
oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang
disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air
panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ.
Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi
jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan
proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber,
dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas.
Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau
kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang
intensif (PRECISE, 2011)
2.
Klasifikasi
1.
Berdasarkan kedalaman dan
kerusakan jaringan
a)
Derajat I
Luka bakar
derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya
tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai
suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang
ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan
dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat
pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari,
misalnya tersengat matahari.
b)
Derajat II
Luka bakar
derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang
tersisa, seperti sel epitel basah, kelenjer sebasea, kelenjer keringat, dan
folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh
sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung sarag dermis,
luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar
superficial, karena adanya iritasi ujung sarag sensorik. Luka derajat dua
dibedakan menjadi :
1)
Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari
dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2)
Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c)
Derajat III
Kerusakan
meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada
pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan
dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan.
2.
Berdasarkan tingkat keseriusan luka
a) Luka bakar
ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2) Luka bakar
dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar
dengan luas < 2 % pada segala usia (mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
b) Luka bakar
sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar
dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar
dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
c) Luka bakar
berat (major burn)
1) Derajat
II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
2) Derajat
II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3) Luka bakar
pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya
cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar
listrik tegangan tinggi
6) Disertai
trauma lainnya
7) Pasien-pasien
dengan resiko tinggi.
3.
Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan
api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air
panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan
luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:
1) Paparan
api
a. Flame:
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan
cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih
dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,
sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
b. Benda
panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada
area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi
atau peralatan masak.
2) Scalds
(air panas)
Terjadi
akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja
atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada
kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan,
yang satu sama
lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada
kasus yang disengaja, luka
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial
dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3) Uap
panas
Terutama
ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera
luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap
serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap
panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru
4) Gas
panas
Inhalasi
menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema.
5) Aliran
listrik
Cedera
timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka
bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6) Zat
kimia (asam atau basa)
7) Radiasi
8) Sunburn
sinar matahari, terapi radiasi.
4.
Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C
tanpa kerusakan bermakna,kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas.Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan
cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,dalam hal ini bukan hanya
cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan
perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di
intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke
jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat,2001)
Cedera dermis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan
disungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumai pada fase awal/akut/syok
yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier, luka sangat
mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit luas, terjadi penguapan
cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan cairan ini disertai pengeluaran protein
dan energi sehingga terjadi gangguan metabolisme. Jaringan nekrosis yang ada
melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat
menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi
organ-organ tubuh seperti hepar dan paru yang berakhir dengan kematian.
Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan
kerapuhan jaringan dna struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan
timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertropik), deformitas sendi,
kontraktur dan sebagainya (Rendy, 2012).
6.
Manifestasi
Klinis
1. Derajat
Satu (Superfisial) :. Bagian kulit yang terkena adalah epidermis dengan gejala
Kesemutan, hiperestesia (supersensivitas), rasa nyeri mereda jika didinginkan.
Penampilan luka : Memerah, menjadi putih ketika ditekan minimal atau tanpa
edema. Perjalanan kesembuhan : Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu,
terjadi pengelupasan kulit.
2. Derajat Dua (Partial-Thickness):
Epidermis dan bagian dermis dengan gejala nyeri, hiperestesia, sensitif
terhadap udara yang dingin. Penampilan luka : melepuh, dasar luka
berbintik-bintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema
3. Derajat Tiga (Full-Thickness): Epidermis,
keseluruhan dermis dan kadang-kadang jaringan subkutan dengan gejala tidak
terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula
hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan
keluar (pada luka bakar listrik). Penampilan luka : Kering, luka bakar berwarna
putih seperti bahan kulit atau gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang
tampak, terdapat edema.
Kedalaman Dan
Penyebab Luka
Bakar
|
Bagian Kulit
Yang
Terkena
|
Gejala
|
Penampilan
Luka
|
Perjalanan
Kesembuhan
|
Derajat Satu
(Superfisial): tersengat
matahari, terkena api dengan intensitas rendah
|
Epidermis
|
Kesemutan,
hiperestesia
(supersensivitas), rasa nyeri mereda jika didinginkan
|
Memerah,
menjadi
putih ketika ditekan minimal atau tanpa edema
|
Kesembuhan
lengkap
dalam waktu satu minggu, terjadi pengelupasan kuit
|
Derajat Dua
(Partial-Thickness): tersiram air
mendidih, terbakar oleh nyala api
|
Epidermis
dan
bagian dermis
|
Nyeri,
hiperestesia,
sensitif
terhadap udara yang dingin
|
Melepuh,
dasar
luka
berbintik- bintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat
edema
|
Kesembuhan
dalam
waktu 2-3 minggu, pembentukan parut dan depigmentasi, infeksi dapat
mengubahnya menjadi derajat- tiga
|
Derajat Tiga (Full-
Thickness): terbakar
nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama, tersengat arus
listrik
|
Epidermis,
keseluruhan
dermis dan kadang- kadang jaringan subkutan
|
Tidak
terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula
hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan
keluar (pada
luka
bakar listrik)
|
Kering,
luka bakar
berwarna
putih seperti bahan
kulit
atau gosong, kulit retak
dengan
bagian lemak yang tampak, terdapat edema
|
Pembentukan
eskar,
diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi
kulit, hilangnya jari tangan atau ekstrenitas dapat terjadi
|
7.
Penyembuhan Luka Combustio/ Luka Bakar
Proses yang
kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi
dalam 3 fase:
1.
Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya
luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan
vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan
mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi.
2.
Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase
fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase ini
berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel
radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan
permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri
dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi
sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah
atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan.
3.
Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen.
Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan vaskuler,
berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah
tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut
yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
8.
Luas Luka
Bakar
Jaringan
lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka
bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu
jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan
cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan
mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas
permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan
dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk
menentukan luas luka bakar, yaitu
1.
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan
palmar pasien. Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh.
Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
2.
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’,
yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas
atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki
kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah
genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada
orang dewasa.
Wallace membagi tubuh atas bagian 9%
atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace
yaitu:
a.
Kepala dan leher :
9%
b.
Lengan masing-masing 9% :18%
c.
Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d.
Tungkai maisng-masing 18% : 36%
e.
Genetalia/perineum :
1%
Total :
100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal
rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
3.
Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk
kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan
untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel
tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’
dan disesuaikan dengan usia:
a.
Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap
tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
b.
Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5%
untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.
Luas Luka Bakar
Berdasarkan Lund And Browder Chart
NO
|
AREA
|
AGE-YEARS
|
||||
0-1
|
1-4
|
4-9
|
10-15
|
ADULT
|
||
Percentage
Of Total Body Surfance
|
||||||
1
|
Head
|
19
|
17
|
13
|
10
|
7
|
2
|
Neck
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
3
|
Anterior trunk
|
13
|
17
|
13
|
13
|
13
|
4
|
Posterior trunk
|
13
|
13
|
13
|
13
|
13
|
5
|
Right buttock
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
6
|
Left buttock
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
7
|
Genitalia
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
8
|
Right upper arm
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
9
|
Left upper urm
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
10
|
Right lower arm
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
11
|
Left lower arm
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
12
|
Right hand
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
13
|
Left hand
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ½
|
14
|
Right thigh
|
5 ½
|
6 ½
|
8 ½
|
8 ½
|
9 ½
|
15
|
Left thigh
|
5 ½
|
6 ½
|
8 ½
|
8 ½
|
9 ½
|
16
|
Right lower leg
|
5
|
5
|
5 ½
|
6
|
7
|
17
|
Left lower leg
|
5
|
5
|
5 ½
|
6
|
7
|
18
|
Right foot
|
3 ½
|
3 ½
|
3 ½
|
3 ½
|
3 ½
|
19
|
Left foot
|
3 ½
|
3 ½
|
3 ½
|
3 ½
|
3 ½
|
9.
Komplikasi Combustio/ Luka Bakar
1.
Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2.
Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan
cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3.
Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi
jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4.
Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan
bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi
lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat
ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang
berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5.
Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan
atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang
adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6.
Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai
dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin
atau mioglobin terdektis dalam urine.
10. Pemeriksaan Penunjang Combustio/
Luka Bakar
1). Hitung darah
lengkap : Hb
(Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada
Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan
Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas
terhadap pembuluh darah.
2). Leukosit : Leukositosis dapat terjadi
sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3). GDA (Gas
Darah Arteri) :
Untuk mengetahui adanya
kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2)
atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
4). Elektrolit Serum
: Kalium dapat
meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal,
natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
5). Natrium
Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari
10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6). Alkali Fosfat
: Peningkatan Alkali
Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pompa, natrium.
7). Glukosa
Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8). Albumin
Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
11. Penatalaksanaan Luka Bakar
Pasien luka
bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka
bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada
pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
Pasien
dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak
dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu,
setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata
laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat
terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya
jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi
juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian
pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik pada
tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya
kemungkinan trauma tumpul.
Setelah
mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien
adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari
eskar yang mengkonstriksi.
Secara sistemik penatalaksanaan luka bakar
dapat dilakukan sistemik dengan menggunakan metode 6C, yaitu clothing, cooling,
cleaning, chemoprophylaxis, covering, and comforting.
a.
Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau
terbakar. Bahkan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan
sampai fase cleaning.
b.
Cooling : dinginkan daerah yang terkena luka
bakardengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia
(penurunan suhu dibawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini
efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air
dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai
analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan
pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi)
sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka
bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir
yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk,
maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit, baru disiram dengan air mengalir.
c.
Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi
untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
d.
Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat
diberika pada luka yang lebih dalam dari superficial partial-thickness.
Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan
kecuali pada luka bakar superficial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat
alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang
dari 2 bulan.
e.
Covering : penutupan luka bakar dengan kassa.
Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superficial tidak perlu
ditutup dengan kassa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan
setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi
akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega,
minyak, oli, atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan
risiko infeksi.
f.
Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa
nyeri
Tatalaksana
resusitasi luka bakar
1.
Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a.
Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas
dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b.
Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap
terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah
mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding
dengan intubasi.
c.
Pemberian oksigen
100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika
terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif,
sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator
sepsis.
d.
Perawatan jalan nafas
e.
Penghisapan sekret (secara berkala)
f.
Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik
didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.
Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah
dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan
khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium
bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g.
Bilasan bronkoalveolar
h.
Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i.
Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk
memperbaiki kompliansi paru
2.
Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi
cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di
seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat
meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi
status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari
seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan
menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti
kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan
adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien
secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi
intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi
cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk
menghitung kebutuhan cairan ini:
a.
Cara Evans
1)
Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24
jam
2)
Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24
jam
3)
2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan
dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
b.
Cara Konsesus
Larutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang
lainnya): 2-4 ml x k berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8
jam pertama; sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
c.
Rumus Brooke Army
1). Koloid : 1ml
x kg berat badan x % luas luka bakar
2). Elektrolit
(salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3). Glukosa (5%
dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensibel
Hari 1: separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh
sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid
yang diberikan pada hari sebelumnya; seluruh penggantian cairan insensibel.
d.
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan
dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
3.
Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian
nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu
dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric
tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein,
50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.
12. Perawatan
Luka Bakar
Umumnya untuk
menghilangkan rasa
nyeri dari
luka
bakar (Combustio) digunakan
morfin
dalam dosis
kecil secara intravena (dosis dewasa awal
:
0,1-0,2
mg/kg
dan
maintenance‟ 5-20
mg/70
kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg
setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10
mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi
penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa.
Jika pasien masih merasakan nyeri
walau dengan pemberian morfin atau
methadone, dapat juga diberikan
benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1). Eksisi
dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang
dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera
termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan
proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan
nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama
dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar
umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang
dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat proses penyembuhan
dari luka tersebut.
Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama
juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai
proses inflamasi yang dapat
berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein
complex)
yang menginduksi dilepasnya
mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan
eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis
yang
terjadi dan
vasodilatasi di sekitar
luka.
Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.
Selain itu, penundaan eksisi akan
meningkatkan resiko kolonisasi mikro
–
organisme
patogen yang
akan menghambat
pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat
tindakan
eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui
infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat
III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga
“skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien
luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu:
·
Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan
mengalami
penyembuhan
lebih dari
3
minggu.
·
Kondisi fisik yang
memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
·
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
·
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan
terbuka yang timbul.
·
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi
fasial.
a).
Eksisi tangensial adalah suatu teknik
yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai
dijumpai
permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang
digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar
dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun
mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar
yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak
boleh melebihi 25% dari seluruh
luas
permukaan tubuh.
Untuk memperkecil
perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau
pemberian larutan epinephrine 1:100.000
pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”.
Keuntungan dari teknik
ini adalah didapatnya fungsi
optimal dari kulit dan keuntungan dari
segi kosmetik. Kerugian
dari
teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang
banyak dan endpoint
bedah yang sulit ditentukan.
b). Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia.
Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang
sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah
pisau scalpel, mesin pemotong
“electrocautery”.
Adapun keuntungan
dan kerugian
dari teknik
ini adalah:
·
Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih
mudah
ditentukan
·
Kerugian : kerugian
bidang
kosmetik,
peningkatan
resiko
cedera
pada saraf-saraf
superfisial dan
tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan
dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar
proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan
yang
terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan
eksisi pada luka bakar
pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia
lain
yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari
pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai
daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft
dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft.
Bedanya dari teknik – teknik
tersebut adalah lapisan-lapisan kulit
yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut,
kulit donor tersebut dapat direnggangkan
dan
dibuat lubang – lubang
pada
kulit donor (seperti
jaring-jaring
dengan perbandingan
tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan
mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari
kulit donor tergantung
dari
lokasi luka yang akan dilakukan grafting,
usia pasien, keparahan luka
dan
telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya.
Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan manual
dengan
pisau
Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi
luka bakar
pasien, dimana
terdapat perdarahan dan hematom
setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat.
Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau
dilakukan
grafting adalah:
·
Kulit donor setipis mungkin
·
Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal
ini
dapat dilakukan
dengan cara :
·
Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik
(balut tekan)
·
Drainase yang baik
·
Gunakan kasa adsorben
B.
Asuhan
Keperawatan Luka Bakar
1.
Pengkajian
Keperawatan
1.
Pengumpulan
Data
a.
Identifikasi
klien
1)
Nama
: Tn. P
2)
Tempat/tanggal
lahir : Padang, 27 September
3)
Jenis
kelamin : laki-laki
4)
Status
kawin : kawin
5)
Agama
: islam
6)
Pendidikan
: akademi
7)
Pekerjaan
: polisi
8)
Alamat
:Bukit Kandung
Tanjung Hara.Sikabu,Padang Panjang Luak 50 Koto
9)
Diagnosa
medis : Luka Bakar Grade II
40%
b.
Identifikasi
penanggung jawab
1)
Nama
: Ny. R
2)
Pekerjaan
: pegawai Rumah
Sakit
3)
Alamat
: Padang Besi
4)
Hubungan
: Ibu kandung
c.
Riwayat
kesehatan
1)
Riwayat
kesehatan sekarang:
a)
Keluhan
utama:
Pasien masuk ke RSUP Dr.
M.Djamil Padang melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 9 Mei 2016
pukul 18.51WIB. Pasien rujukan dari RSUD Payakumbuh. Pasienmengalami luka bakar
api pada wajah, leher, kedua tangan,pinggang, dan paha sejak 4 jam sebelum
masuk rumah sakit.Pasien juga mengalami nyeri menelan dan suara serak.
b)
Keluhan
saat dikaji:
Pasien dikaji pada tanggal
18 Mei 2016 pukul 10.00 WIB. Saatdikaji pasien mengeluh nyeri pada tubuhnya
yang terkena lukabakar yaitu pada wajah, leher, kedua tangan, pinggang,
danpaha. Nyeri muncul saat luka terkena sentuhan dan saat pasien bergerak.
Pasien mengatakan lama nyeri yang dirasakansekitar 5 menit dengan skala nyeri
6. Nyeri tersebut jugadirasakan pada saat makan dan bicara karena mulut
pasienjuga terkena luka bakar. Pasien juga mengeluhkan seringmengalami demam
terlebih saat malam hari. Saat dikaji suhutubuh pasien 38,70C.
2)
Riwayat
kesehatan dahulu:
Ibu pasien mengatakan bahwa
pasien pernah mengalami ciderapada tangan kanannya 2 tahun yang lalu sehingga
tangankanannya sulit diangkat. ibu pasien juga mengatakan pasien tidakpernah
menderita penyakit seperti jantung, diabetes, hipertensi danpenyakit lainnya.
3)
Riwayat
kesehatan keluarga:
Ibu pasien mengatakan bahwa
ayah pasien menderita penyakitdiabetes melitus dan hipertensi sejak 9 tahun
yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan selain ayah pasien, keluarga pasien yang
laintidak ada yang menderita penyakit menular dan berat lainnya.
d.
Pola
aktivitas sehari-hari (ADL)
1)
Pola
nutrisi
a)
Sebelum
sakit
Pasien mengatakan sebelum
sakit pasien makan 3x seharidengan nasi dan lauk pauk yang cukup. Pasien tidak
adakeluhan saat makan. Dan pasien minum ± 2000cc perhari
b)
Saat
sakit
Selama dirawat di RS pasien
makan 3x sehari dengan diit makanan lunak tinggi kalori tinggi protein. Setiap
makan pasien dapat menghabiskan sekitar 2/3 dari porsi yangdiberikan. Pasien
juga mendapatkan 4 butir telur dan segelassusu dalam sehari. Pasien makan
dibantu keluarga. Pasienmengeluhkan nyeri pada bibir yang terkena luka bakar
saatmakan. Dan pasien minum sekitar 2000cc perhari. Pasienmengatakan sering
haus.
2)
Pola
eliminasi
a)
Sebelum
sakit
Pasien mengatakan saat sehat
pasien biasanya BAB ± 1x seharidengan konsistensi padat, coklat kekuningan dan
bau khas.Pasien tidak mempunyai keluhan saat BAB. Dan pasien BAK± 5x sehari
dengan warna kuning bening dan bau khas. Pasientidak mempunyai keluhan saat
BAK.
b)
Saat
sakit
Saat sakit pasien BAB
dibantu oleh keluarga. Pasien BAB ±1xdalam 2-3 hari dengan konsistensi BAB
pasien lunak danberwarna kuning kecoklatan serta bau khas. Pasien BAK juga
dibantu keluarga dengan menggunakan pispot. Pasien BAK ±15x sehari dengan
jumlah BAK ± 250 cc dalam 1x BAK.Banyak urin yang keluar dalam 24 jam sekitar
3750 cc.
3)
Pola
tidur dan istirahat
a)
Sebelum
sakit
Pasien mengatakan jarang
tidur siang sebelum sakit, pasienhanya tidur siang jika sudah sangat kelelahan.
Dan padamalam hari pasien hanya tidur ±6-7 jam, pasien tidakmengalami kesulitan
saat tidur.
b)
Saat
sakit
Pasien mengatakan saat sakit
tidur pasien yaitu selama ±8-9jam, pasien mengatakan sering gelisah saat tidur
karenademam dan nyeri yang terkadang timbul.
4)
Pola
aktivitas dan latihan
a)
Sebelum
sakit
Pasien mengatakan sebelum
sakit pasien beraktivitas tanpa adakeluhan.
b)
Saat
sakit
Saat sakit aktivitas pasien
hanya dilakukan ditempat tidurdengan dibantu oleh keluarga. Pasien tampak sulit
bergerakkarena nyeri pada luka saat bergerak sehingga menyebabkanpasien sulit
beraktivitas. Pasien juga tampak lemah dan hanyaberbaring ditempat tidur.
e.
Pemeriksaan
fisik
1)
Keadaan
umum: tampak lemah
a)
Tingkat
kesadaran : compos mentis
b)
GCS:
15
c)
Berat
badan: 60 Kg (IWL= 15xBBKg/24jam =15x60=900cc/24jam)
d)
Tinggi
badan: 160 cm
e)
Tanda-tanda
vital
·
Tekanan
darah : 115/66 mmHg
·
Pernafasan
: 24x/i
·
Nadi
: 110x/i
·
Suhu
:38,7 C
2)
Rambut
dan kepala
Sebagian rambut pasien
tampak bekas terbakar, seluruh wajahpasien tampak mengalami luka bakar, tampak
pus pada luka, danwajah tampak kemerahan
3)
Mata
Tampak disekitar mata pasien
ada luka bakar, konjuntiva tampak anemis, sklera tidak ikterik dan mata
semetris kiri dan kanan.
4)
Telinga
Telinga pasien tampak
simetris, tampak ada luka bakar pada kedua daun telinga pasien. Reflek
pendengaran pasien normal.
5)
Hidung
Tampak luka bakar di hidung
pasien, tampak bulu hidung pasien sebagian terbakar, mukosa hidung pasien
tampak kering.
6)
Mulut
Tampak bibir pasien terkena
luka bakar, pasien kesulitan membuka mulut, tampak mukosa mulut kering.
7)
Leher
Tampak ada luka bakar di
leher pasien, tidak ada pembengkakan vena jugularis, dan kelenjat tiroid tidak
membesar.
8)
Dada
a)
Jantung
Inspeksi : tampak ada
sedikit luka bakar pada dada, iktuskordis terlihat.
Palpasi : iktus kordis
teraba, tidak ada nyeri tekan pada dada
Perkusi : batas jantung
pasien normal
Auskultasi: irama jantung
pasien aritmia
b)
Paru-paru
Inspeksi : tampak gerakan
dada simetris kiri dan kanan, tidakada tarikan dinding dada kedalam saat
bernafas.
Palpasi : fremitus kiri dan
kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi: vesikuler (tidak
ada bunyi nafas tambahan)
9)
Abdomen
Inspeksi : perut tampak
simetris dan tidak ada luka bakar diperut
Palpasi : tidak ada nyeri
tekan dan hepar tidak teraba
Perkusi : batas hepar
normal, tidak ada nyeri pada pemeriksaan ginjal.
Auskultasi : bising usus ±
7x/i
10) Integumen
Tampak pada kulit wajah,
leher, kedua tangan, paha, dan pinggang ada luka bakar. Warna dasar luka merah
dan hitam, luka bakar tersebut tampak basah, berair, terdapat pus dan kulit
tampak kering. Tidak dijumpai adanya bulae pada luka dan tugor kulit tampak
tampak jelek. Kulit pasien juga tampak kemerahan dan sering berkeringat.
11) Ekstermitas
a)
Ekstermitas
atas
Tampak kedua ekstermitas
atas pasien ada luka bakar dan udema ditelapak tangan.
b)
Ekstermitas
bawah
Tampak kedua paha pasien ada
luka bakar. akral pasien teraba hangat dan tampak tidak ada udema. CRT kembali
dalam 2 detik.
12) Genitalia
Genitalia pasien tampak
bersih dan tidak ada luka bakar pada genitalia pasien.
f.
Data
psikologis
1)
Status
emosional
Pasien tampak kurang mampu
menahan emosinya jika bagian lukanya terkena sentuhan dan nyeri. Keluarga
pasien juga tidak memberitahu kepada pasien bahwa istrinya meninggal dunia
akibat kebakaran yang dialami. Ayah pasien takut hal itu dapat membuat pasien
sangat sedih.
2)
Kecemasan
Pasien tampak cemas dan
gelisah dengan penyakit dan nyeri yangdirasakannya. Ibu dan ayah pasien juga
merasa cemas denganpenyakit anaknya.
3)
Pola
koping
Pasien tampak sering
berfokus pada diri sendiri dan cenderungsering menyalahkan orang lain.
4)
Gaya
komunikasi
Pasien berkomunikasi
menggunakan bahasa indonesia dan bahasadaerah. Pasien tampak sedikit kesulitan
saat bicara karena lukabakar pada bibir pasien.
g.
Data
social
Pasien mampu berinteraksi
dengan orang sekitarnya. Hubungan pasien dengan keluarga dan temannya cukup
baik.
h.
Data
spiritual
selama sakit pasien tidak
dapat melaksanakan ibadah shalat, pasienhanya berbaring ditempat tidur. Saat
merasakan nyeri pasien seringberistighfar.
i.
Data
penunjang
Tanggal
|
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai Rujukan
|
17 Mei 2016
|
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Glukosa sewaktu
Natrium
Kalium
Klorida
serum
|
10,3 g/dl
16.600/mm3
155.000/mm3
30%
137 mg/dl
135 mmol/L
3,2 Mmol/L
104
Mmol/L
|
14-18 g/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
40%-48%
<200 mg/dl
136-145 mmol/L
3,5-5,1 Mmol/L
97-111
Mmol/L
|
20 Mei 2016
|
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Glukosa sewaktu
Ureum darah
Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida serum
Total protein
Albumin
Globulin
|
9,9 g/dl
20.600/mm3
34.000/mm3
30%
110 mg/dl
25 mg/dl
0,8 mg/dl
130 mmol/L
3,6 Mmol/L
101 Mmol/L
4,7 g/dl
1,9 g/dl
2,8 g/dl
|
14-18 g/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
40%-48%
<200 mg/dl
10,0-50,0 mg/dl
0,6-1,1 mg/dl
136-145 mmol/L
3,5-5,1 Mmol/L
97-111 Mmol/L
6,5-8,7 g/dl
3,8-5,0 g/dl
1,3-2,7 g/dl
|
22 Mei
2016
|
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Total protein
Albumin
Globulin
|
10,0 g/dl
21.000 /mm3
364.000/mm3
31%
5,9 g/dl
2,1 g/dl
3,8 g/dl
|
14-18 g/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
40%-48%
6,5-8,7 g/dl
3,8-5,0 g/dl
1,3-2,7
g/dl
|
j.
Program
dan rencana pengobatan
1)
Infus
NaCl 0,9% 20 tetes/menit (per 8 jam)
2)
Diit
tinggi kalori dan tinggi protein
3)
Debridemen
1x sehari
4)
Hidroterapi
1x 2 hari
5)
Cefoperazon
2x1
6)
Ranitidine
3x1
7)
Levofloxacim
1x500mg
8)
Keterolax
2x1
9)
Paracetamol
tablet 4x1
2. Analisa data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
Data subjektif:
1)
Pasien
mengatakan
sering haus
2)
Pasien
mengatakan
badan terasa lemah
3)
Pasien
mengatakan
sering BAK
Data objektif:
1)
Kulit tampak
kering
2)
Tugor kulit
jelek
3)
Telapak tangan
tampak
udema
4)
Intake cairan:
3500 cc
(intake oral + cairan infus)
5)
Output cairan:
±4650
cc (BAK pasien+IWL)
4)
Tekanan darah:
115/66
mmHg
5)
Nadi: 110 x/i
6)
Suhu tubuh:
38,70 C
7)
Hematokrit:
30%
8)
Natrium: 135
mmol/L
9)
Kalium: 3,2
Mmol/L
|
Kehilangan cairan
aktif
|
Kekurangan volume
cairan
|
Data Subjektif:
1.
Pasien
mengatakan
nyeri pada luka bakar
2.
Pasien
mengatakan
skala nyeri 6
3.
Pasien juga
mengatakan sulit bergerak
karena nyeri
Data objektif:
1.
Ekspresi wajah meringis
2.
Fokus pada
diri sendiri
3.
Gelisah
4.
Tekanan darah:
115/66
mmHg
5.
Nadi: 110 x/i
6.
Pernafasan: 24
x/i
|
cedera luka bakar
|
Nyeri akut
|
Data objektif:
1.
Adanya luka
bakar
pada kepala, leher, kedua lengan, pinggang dan paha
2.
Warna dasar
luka
merah dan hitam
3.
Sebagian besar
daerah
luka berada pada derajat 2 dalam kecuali paha yang berada pada derajat 2 dangkal
4.
Luka tampak
basah
5.
Adanya pus
pada luka
|
Adanya luka terbuka
|
Kerusakan integritas
kulit
|
Data subjektif:
1. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering demam
Data Objektif:
1.
Tubuh pasien
teraba
Hangat
2.
Wajah tampak kemerahan
3.
Suhu tubuh
pasien:
38,70 C
4.
Leukosit:
16.600/mm3
|
Dehidrasi dan infeksi
|
Hipertermi
|
Data subjektif:
1. Pasien mengatakan cemas dengan luka yang didapatnya.
Data objektif:
1.
Tampak
khawatir
dengan lukanya
2.
Berfokus pada
diri
sendiri
|
Perubahan pada status
kesehatan
|
Ansietas
|
2. Diagnosa
Keperawatan
1.
Kekurangan
volumecairan berhubungandengan kehilangan cairanaktif
2.
Nyeri
akut berhubungandengan cedera luka bakar
3.
Kerusakan
integritaskulit berhubungandengan luka terbuka
4.
Hipertermi
berhubungandengan dehidrasi daninfeksi
5.
Ansietas
berhubungandengan perubahan pada status kesehatan
C.
Intervensi
Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
|
1.
Keseimbangan cairan
Indikator:
-
Tekanan darah dalam rentang yang diharapkan
-
Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
-
Tidak ada edema perifer
-
Haus yang abnormal tidak ada
-
Hidrasi kulit
-
Hematokrit dalam batas normal
2.
Hidrasi
Indikator:
-
Hidrasi kulit
-
Edema perifer tidak ada
-
Haus yang abnormal tidak ada
-
Tekanan darah dalam batas normal
-
Hematokrit dalam batas normal
3.
Status nutrisi: asupan makanan dan cairan
Indikator:
-
Asupan makan oral
-
Asupan cairan oral
-
- Nutrisi parenteral total
|
Manajemen
cairan
1.
Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2.
Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa dan
nadi adekuat), jika diperlukan
3.
Monitor vital sign setiap 15 menit – 1 jam
4.
Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
kalori harian
5.
Kolaborasi pemberian cairan IV
6.
Monitor status nutrisi
7.
Berikan cairan oral
Manajemen
hipovolemik
1.
Monitor status cairan termasuk intake dan output
cairan
2.
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi
cairan (BUN, elektrolit, Hmt, osmolalitas urin, albumin, dan total protein)
3.
Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
|
2
|
Nyeri akut
berhubungan dengan cedera luka bakar
|
1.
Tingkatan nyeri
Indikator:
-
Melaporkan nyeri
-
durasi / lamanya nyeri
-
ekspresi wajah saat nyeri
-
ketegangan otot
2.
Kontrol nyeri
Indikator:
-
Mengenali timbulnya nyeri
-
Menunjukkan faktor penyebab
-
Melaporkan perubahan nyeri
-
Melaporkan kontrol nyeri
3.
Tingkatan ketidaknyamanan
Indikator:
-
Nyeri, kecemasan
-
Mengerang
4.
Tanda-tanda vital
Indikator:
-
Denyut nadi radial
-
Tingkat pernafasan
-
Tekanan darah sistolik, tekanan
darah
distolik
|
Manajemen
nyeri
1.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor prepitasi
2.
Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
3.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
4.
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dalam, relaksasi, dan distraksi.
5.
Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi
nyeri
6.
Tingkatkan istirahat
7.
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
Pemberian
analgetik
1.
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2.
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3.
Cek riwayat alergi
4.
Evaluasi efektifitas analgetik
Manajemen
lingkungan:
kenyamanan
1.
Menentukan sumber ketidaknyamanan
2.
Memberikan lingkungan yang aman dan bersih
3.
Memfasilitasi posisi pasien yang nyaman
|
3
|
Kerusakan
integritas kulit berhubungan
dengan
luka terbuka
|
a.
Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa
Indikator:
-
Temperatur kulit
-
Sensasi
-
Hidrasi
-
Perfusi jaringan
-
Integritas kulit
b.
Penyembuhan luka
Indikator:
1)
Pembentukan bekas luka
2)
Bau luka busuk
c.
Fungsi sensorik: kulit
Indikator:
1) Hilangnya
sensasi
2) Parathesia
|
Pressure
Management
1.
Anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar
2.
Hindari kerutan pada tempat tidur
3.
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4.
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2
jam sekali
5.
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor
status nutrisi pasien
6.
Atur posisi untuk menghindari penekanan atau
ketegangan pada luka
7.
Monitor kulit
Perawatan Luka
1.
Perawatan luka bakar dengan hidroterapi dan
debridemen
2.
Pertahankan teknik steril ketika melakukan
perawatan luka
3.
Bandingkan setiap perubahan
|
4
|
Hipertermi
berhubungan dengan
dehidrasi
dan infeksi
|
a.
Termoregulasi
Indikator:
1) Melaporkan
ketidaknyaman suhu
2) Penurunan suhu
pada kulit
3) Perubahan
warna kulit, otot berkedut dehidrasi
b.
Vital sign
Indikator:
1) Suhu tubuh,
denyut jantung apikal, irama jantung apical
2) Denyut nadi
radial. Tingkat pernapasan, irama nafas, tekanan darah sistolik
|
a.
Penanganan demam
1) Monitor suhu
sesering mungkin
2) Monitor warna
dan suhu kulit
3) Monitor TD,
nadi, RR
4) Berikan
pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
5) Tingkatkan
sirkulasi darah
6) Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
7) Monitor
leukosit
b.
Monitoring tanda-tanda vital
1) Pantau
keberadaan dan kualitas nadi
2) Monitor warna
kulit, suhu dan kelembapan
3) Identifikasi
kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
|
5
|
Ansietas
berhubungan dengan
perubahan
pada status kesehatan
|
1)
Kontrol kecemasan diri
Indikator:
-
Ekspresi wajah
-
Ungkapan gejala cemas
2)
Tingkat kecemasan
Indikator:
-
Ekspresi wajah
-
Bahasa tubuh
3) Koping
|
Penurunan
kecemasan
1)
gunakan pendekatan yang menenangkan
2)
jelaskan semua prosedur
3)
berikan informasi faktual tentang diagnosis
4)
libatkan keluarga untuk mendampingi pasien
5)
intsruksikan pada pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi
6)
identifikasi tingkat kecemasan
7)
dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
dan persepsi
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh
pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan
oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Jenis jenis luka bakar dibedakan berdasarkan
kedalaman kerusakan jaringan dan tingkat keseriusan luka. Luka bakar
suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa
kerusakan bermakna,kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan
cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,dalam hal ini bukan hanya
cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan
perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di
intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi
ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat,2001). Pasien luka
bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka
bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada
pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3.
Jakarta: EGC
Ahmadsyah I,
Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.
Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003.
Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y.
2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat,
R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM,
Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies
Masoenjer,dkk.
2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Huddak &
Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.