Selamat Datang Di Blog Alrinal Oktafiandi, WA: 082170390877 , Follow Instagram : @Alrinal_Oktafiandi

pesan pembuka

Sabtu, 01 September 2018

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LUKA BAKAR

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Nugroho, 2012). Luka bakar merupakan luka yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan di diami oleh bakteri patogen, mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan kerap kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Smeltzer & Suzanne C, 2002).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012, secara global, trauma luka bakar termasuk kedalam peringkat ke 15 penyebab utama kematian pada anak-anak dan dewasa muda yang berusia 5-29 tahun. Angka mortalitas akibat trauma luka bakar sekitar 195.000 jiwa pertahun. Lebih dari 95% trauma luka bakar yang serius terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Asia Tenggara merupakan wilayah penyumbang terbesar kasus luka bakar di dunia dengan angka kematian tertinggi adalah perempuan dan anak-anak dibawah usia 5 tahun serta orang tua yang berusia lebih dari 70 tahun.
Berdasarkan data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010 insiden tentang luka bakar di Amerika Serikat sejak Januari 2001 hingga Juni 2010diperkirakan lebih dari 163.000 kasus, dimana 70% pasien adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 32 tahun, 18% anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan 12% kasus berusia lebih dari 60 tahun. Luka bakar dengan luas 10% Total Body Surface Area(TBSA) sebesar 7%. Penyebab tertinggi akibat flame burn (44%) dan tingkat kejadian paling sering di rumah (68%).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI (2008), prevalensi luka bakar di Indonesia adalah 2,2 %. Menurut Tim Pusbankes 118 Persi DIY (2012) angka kematian akibat luka bakar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berkisar 37%-39% pertahun sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, rata-rata dirawat 6 pasien luka bakar perminggu setiap tahun. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien dengan luka bakar akut yang dirujuk pada tahun 2010 sebanyak 143 orang pasien. Dari 50 orang pasien, 24 orang pasien (48%) meninggal dan 26 orang pasien (52%) dapat diselamatkan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan luka bakar ?
2.      Bagaimana klasifikasi luka bakar ?
3.      Bagaimana etiologi luka bakar ?
4.      Bagaimana patofisiologi luka bakar?
5.      Bagaimana manifestasi klinis luka bakar ?
6.      Bagaimana penyembuhan luka bakar ?
7.      Bagaimana luas luka bakar ?
8.      Bagaimana komplikasi luka bakar ?
9.      Bagaimana penatalaksanaan luka bakar ?
10.  Bagaimana asuhan keperawatan luka bakar ?

C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar
2.      Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui pengertian luka bakar
b.      Untuk mengetahui klasifikasi luka bakar
c.       Untuk mengetahui etiologi luka bakar
d.      Untuk mengetahui patofisiologi luka bakar
e.       Untuk mengetahui manifestasi klinis luka bakar
f.       Untuk mengetahui penyembuhan luka bakar
g.      Untuk mengetahui luas luka bakar
h.      Untuk mengetahui komplikasi luka bakar
i.        Untuk mengetahui penatalaksanaan luka bakar
j.        Untuk mengetahui asuhan keperawatan luka bakar

BAB II
LANDASAN TEORI
A.      Konsep Dasar Luka Bakar
1.      Pengertian
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi, juga disebabkan oleh kontak suhu rendah. Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Rendy, 2012).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)
  
2.      Klasifikasi
1.      Berdasarkan kedalaman dan kerusakan jaringan
a)      Derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari.

b)      Derajat II
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basah, kelenjer sebasea, kelenjer keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung sarag dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka bakar superficial, karena adanya iritasi ujung sarag sensorik. Luka derajat dua dibedakan menjadi :
1)      Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2)      Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c)      Derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
2.      Berdasarkan  tingkat  keseriusan luka
a)      Luka bakar ringan/ minor
1)       Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2)      Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3)      Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
b)      Luka bakar sedang (moderate burn)
1)       Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
2)      Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3)      Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c)      Luka bakar berat (major burn)
1)      Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
2)      Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3)      Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4)      Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5)      Luka bakar listrik tegangan tinggi
6)      Disertai trauma lainnya
7)      Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

3.      Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1)      Paparan api
a.       Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa    cedera kontak.
b.      Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar   yang   dihasilkan   terbatas   pada   area   tubuh   yang   mengalami   kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2)      Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,   luka   umumnya   menunjukkan   pola   percikan,   yang   satu   sama   lain dipisahkan  oleh  kulit  sehat.  Sedangkan  pada  kasus  yang disengaja,  luka  umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3)      Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas  menimbulkan  cedera  luas  akibat  kapasitas  panas  yang tinggi dari  uap  serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru
4)      Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5)      Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6)      Zat kimia (asam atau basa)
7)      Radiasi
8)      Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

4.      Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna,kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat,2001)
Cedera dermis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular akut, dan disungsi serebral. Kondisi-kondisi ini dapat dijumai pada fase awal/akut/syok yang biasanya berlangsung sampai 72 jam pertama.
Dengan kehilangan kulit yang memiliki fungsi sebagai barier, luka sangat mudah terinfeksi. Selain itu, dengan kehilangan kulit luas, terjadi penguapan cairan tubuh yang berlebihan. Penguapan cairan ini disertai pengeluaran protein dan energi sehingga terjadi gangguan metabolisme. Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (burn toxin, suatu lipid protein kompleks) yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru yang berakhir dengan kematian.
Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan kerapuhan jaringan dna struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertropik), deformitas sendi, kontraktur dan sebagainya (Rendy, 2012).
  
6.      Manifestasi Klinis
1.      Derajat Satu (Superfisial) :. Bagian kulit yang terkena adalah epidermis dengan gejala Kesemutan, hiperestesia (supersensivitas), rasa nyeri mereda jika didinginkan. Penampilan luka : Memerah, menjadi putih ketika ditekan minimal atau tanpa edema. Perjalanan kesembuhan : Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu, terjadi pengelupasan kulit.
2.      Derajat Dua (Partial-Thickness): Epidermis dan bagian dermis dengan gejala nyeri, hiperestesia, sensitif terhadap udara yang dingin. Penampilan luka : melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema
3.      Derajat Tiga (Full-Thickness): Epidermis, keseluruhan dermis dan kadang-kadang jaringan subkutan dengan gejala tidak terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik). Penampilan luka : Kering, luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit atau gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang tampak, terdapat edema.
Kedalaman Dan
Penyebab Luka
Bakar
Bagian Kulit
Yang
Terkena

Gejala

Penampilan Luka

Perjalanan
Kesembuhan
Derajat Satu
(Superfisial): tersengat matahari, terkena api dengan intensitas rendah
Epidermis
Kesemutan,
hiperestesia (supersensivitas), rasa nyeri mereda jika didinginkan
Memerah,
menjadi putih ketika ditekan minimal atau tanpa edema
Kesembuhan
lengkap dalam waktu satu minggu, terjadi pengelupasan kuit
Derajat Dua
(Partial-Thickness): tersiram air mendidih, terbakar oleh nyala api
Epidermis
dan bagian dermis
Nyeri, hiperestesia,
sensitif terhadap udara yang dingin
Melepuh, dasar
luka berbintik- bintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema
Kesembuhan
dalam waktu 2-3 minggu, pembentukan parut dan depigmentasi, infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat- tiga
Derajat Tiga (Full-
Thickness): terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama, tersengat arus listrik
Epidermis,
keseluruhan dermis dan kadang- kadang jaringan subkutan
Tidak terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar (pada
luka bakar listrik)
Kering, luka bakar

berwarna putih seperti bahan
kulit atau gosong, kulit retak
dengan bagian lemak yang tampak, terdapat edema
Pembentukan

eskar, diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi kulit, hilangnya jari tangan atau ekstrenitas dapat terjadi

7.      Penyembuhan Luka Combustio/ Luka Bakar
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam 3 fase:
1.      Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi.
2.      Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan.
3.      Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.

8.      Luas Luka Bakar
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks.  Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu
1.      Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
2.      Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
a.       Kepala dan leher                                             : 9%
b.      Lengan masing-masing 9%                             :18%
c.       Badan depan 18%, badan belakang 18%        : 36%
d.      Tungkai maisng-masing 18%                          : 36%
e.       Genetalia/perineum                                         : 1%
Total                : 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

3.      Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
a.       Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
b.      Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
Luas Luka Bakar Berdasarkan Lund And Browder Chart
NO
AREA
AGE-YEARS
0-1
1-4
4-9
10-15
ADULT
Percentage Of Total Body Surfance
1
Head
19
17
13
10
7
2
Neck
2
2
2
2
2
3
Anterior trunk
13
17
13
13
13
4
Posterior trunk
13
13
13
13
13
5
Right buttock
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
6
Left buttock
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
7
Genitalia
1
1
1
1
1
8
Right upper arm
4
4
4
4
4
9
Left upper urm
4
4
4
4
4
10
Right lower arm
3
3
3
3
3
11
Left lower arm
3
3
3
3
3
12
Right hand
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
13
Left hand
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
2 ½
14
Right thigh
5 ½
6 ½
8 ½
8 ½
9 ½
15
Left thigh
5 ½
6 ½
8 ½
8 ½
9 ½
16
Right lower leg
5
5
5 ½
6
7
17
Left lower leg
5
5
5 ½
6
7
18
Right foot
3 ½
3 ½
3 ½
3 ½
3 ½
19
Left foot
3 ½
3 ½
3 ½
3 ½
3 ½

9.      Komplikasi Combustio/ Luka Bakar
1.      Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2.      Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

3.      Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4.      Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5.      Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6.      Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

10.  Pemeriksaan Penunjang Combustio/ Luka Bakar
1).    Hitung  darah  lengkap  :  Hb  (Hemoglobin)  turun  menunjukkan  adanya  pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2).     Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3).    GDA  (Gas  Darah  Arteri)  :  Untuk  mengetahui  adanya  kecurigaaan  cedera  inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4).    Elektrolit  Serum  :  Kalium  dapat  meningkat  pada  awal  sehubungan  dengan  cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5).    Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6).    Alkali  Fosfat  :  Peningkatan  Alkali  Fosfat  sehubungan  dengan  perpindahan  cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7).    Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8).    Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.

11.  Penatalaksanaan Luka Bakar
Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
  Secara sistemik penatalaksanaan luka bakar dapat dilakukan sistemik dengan menggunakan metode 6C, yaitu clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering, and comforting.
a.    Clothing : singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahkan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan sampai fase cleaning.
b.    Cooling : dinginkan daerah yang terkena luka bakardengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu dibawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit, baru disiram dengan air mengalir.
c.    Cleaning : pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
d.   Chemoprophylaxis : pemberian anti tetanus, dapat diberika pada luka yang lebih dalam dari superficial partial-thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superficial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan.
e.    Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superficial tidak perlu ditutup dengan kassa atau bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli, atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
f.     Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri
Tatalaksana resusitasi luka bakar
1.      Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a.        Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b.      Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c.        Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
d.      Perawatan jalan nafas
e.       Penghisapan sekret (secara berkala)
f.       Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g.      Bilasan bronkoalveolar
h.      Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i.        Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
2.      Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a.       Cara Evans
1)      Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2)      Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3)      2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b.      Cara Konsesus
Larutan ringer laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml x k berat badan x % luas luka bakar. Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
c.       Rumus Brooke Army
1). Koloid : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
2). Elektrolit (salin) : 1ml x kg berat badan x % luas luka bakar
3). Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensibel
Hari 1: separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh sisanya dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya; seluruh penggantian cairan insensibel.
d.      Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3.      Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.

12.  Perawatan Luka Bakar
Umumnya untuk  menghilangkan rasa  nyeri  dari  luka  bakar (Combustio)  digunakan morfin  dalam  dosis  kecil  secara  intravena  (dosis  dewasa  awal  :  0,1-0,2  mg/kg  dan maintenance‟  5-20  mg/70  kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2  mg/kg setiap  4  jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10  mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1).    Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a.       Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat  proses  penyembuhan  dari  luka  tersebut.  Dengan  semakin  lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b.      Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c.       Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang  terjadi  dan  vasodilatasi  di  sekitar  luka.  Hal  ini  mengakibatkan  banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan  resiko  kolonisasi  mikro   organisme  patogen  yang  akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
·         Kasus  luka  bakar  dalam  yang  diperkirakan  mengalami  penyembuhan  lebih  dari  3 minggu.
·         Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
·         Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
·         Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
·         Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
a).    Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
b).    Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau  scalpel,  mesin  pemotong  electrocautery”.  Adapun  keuntungan  dan  kerugian  dari teknik ini adalah:
·         Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan
·         Kerugian  :  kerugian  bidang  kosmetik,  peningkatan  resiko  cedera  pada  saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2.       Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a.       Menghentikan evaporate heat loss
b.      Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c.       Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin dermatome ataupun dengan manual  dengan  pisau  Humbly  atau  Goulian.  Sebelum  dilakukan  pengambilan  donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
·         Kulit donor setipis mungkin
·         Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
·         Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
·         Drainase yang baik
·         Gunakan kasa adsorben


B.       Asuhan Keperawatan Luka Bakar
1.      Pengkajian Keperawatan
1.      Pengumpulan Data
a.       Identifikasi klien
1)      Nama                               : Tn. P
2)      Tempat/tanggal lahir       : Padang, 27 September
3)      Jenis kelamin                   : laki-laki
4)      Status kawin                   : kawin
5)      Agama                             : islam
6)      Pendidikan                      : akademi
7)      Pekerjaan                         : polisi
8)      Alamat                            :Bukit Kandung Tanjung Hara.Sikabu,Padang Panjang Luak 50 Koto
9)      Diagnosa medis               : Luka Bakar Grade II 40%
b.      Identifikasi penanggung jawab
1)      Nama                               : Ny. R
2)      Pekerjaan                         : pegawai Rumah Sakit
3)      Alamat                            : Padang Besi
4)      Hubungan                       : Ibu kandung
c.       Riwayat kesehatan
1)      Riwayat kesehatan sekarang:
a)      Keluhan utama:
Pasien masuk ke RSUP Dr. M.Djamil Padang melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) pada tanggal 9 Mei 2016 pukul 18.51WIB. Pasien rujukan dari RSUD Payakumbuh. Pasienmengalami luka bakar api pada wajah, leher, kedua tangan,pinggang, dan paha sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit.Pasien juga mengalami nyeri menelan dan suara serak.
b)      Keluhan saat dikaji:
Pasien dikaji pada tanggal 18 Mei 2016 pukul 10.00 WIB. Saatdikaji pasien mengeluh nyeri pada tubuhnya yang terkena lukabakar yaitu pada wajah, leher, kedua tangan, pinggang, danpaha. Nyeri muncul saat luka terkena sentuhan dan saat pasien bergerak. Pasien mengatakan lama nyeri yang dirasakansekitar 5 menit dengan skala nyeri 6. Nyeri tersebut jugadirasakan pada saat makan dan bicara karena mulut pasienjuga terkena luka bakar. Pasien juga mengeluhkan seringmengalami demam terlebih saat malam hari. Saat dikaji suhutubuh pasien 38,70C.
2)      Riwayat kesehatan dahulu:
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien pernah mengalami ciderapada tangan kanannya 2 tahun yang lalu sehingga tangankanannya sulit diangkat. ibu pasien juga mengatakan pasien tidakpernah menderita penyakit seperti jantung, diabetes, hipertensi danpenyakit lainnya.
3)      Riwayat kesehatan keluarga:
Ibu pasien mengatakan bahwa ayah pasien menderita penyakitdiabetes melitus dan hipertensi sejak 9 tahun yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan selain ayah pasien, keluarga pasien yang laintidak ada yang menderita penyakit menular dan berat lainnya.
d.      Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1)      Pola nutrisi
a)      Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien makan 3x seharidengan nasi dan lauk pauk yang cukup. Pasien tidak adakeluhan saat makan. Dan pasien minum ± 2000cc perhari
b)      Saat sakit
Selama dirawat di RS pasien makan 3x sehari dengan diit makanan lunak tinggi kalori tinggi protein. Setiap makan pasien dapat menghabiskan sekitar 2/3 dari porsi yangdiberikan. Pasien juga mendapatkan 4 butir telur dan segelassusu dalam sehari. Pasien makan dibantu keluarga. Pasienmengeluhkan nyeri pada bibir yang terkena luka bakar saatmakan. Dan pasien minum sekitar 2000cc perhari. Pasienmengatakan sering haus.
2)      Pola eliminasi
a)      Sebelum sakit
Pasien mengatakan saat sehat pasien biasanya BAB ± 1x seharidengan konsistensi padat, coklat kekuningan dan bau khas.Pasien tidak mempunyai keluhan saat BAB. Dan pasien BAK± 5x sehari dengan warna kuning bening dan bau khas. Pasientidak mempunyai keluhan saat BAK.
b)      Saat sakit
Saat sakit pasien BAB dibantu oleh keluarga. Pasien BAB ±1xdalam 2-3 hari dengan konsistensi BAB pasien lunak danberwarna kuning kecoklatan serta bau khas. Pasien BAK juga dibantu keluarga dengan menggunakan pispot. Pasien BAK ±15x sehari dengan jumlah BAK ± 250 cc dalam 1x BAK.Banyak urin yang keluar dalam 24 jam sekitar 3750 cc.
3)      Pola tidur dan istirahat
a)      Sebelum sakit
Pasien mengatakan jarang tidur siang sebelum sakit, pasienhanya tidur siang jika sudah sangat kelelahan. Dan padamalam hari pasien hanya tidur ±6-7 jam, pasien tidakmengalami kesulitan saat tidur.
b)      Saat sakit
Pasien mengatakan saat sakit tidur pasien yaitu selama ±8-9jam, pasien mengatakan sering gelisah saat tidur karenademam dan nyeri yang terkadang timbul.

4)      Pola aktivitas dan latihan
a)      Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien beraktivitas tanpa adakeluhan.
b)      Saat sakit
Saat sakit aktivitas pasien hanya dilakukan ditempat tidurdengan dibantu oleh keluarga. Pasien tampak sulit bergerakkarena nyeri pada luka saat bergerak sehingga menyebabkanpasien sulit beraktivitas. Pasien juga tampak lemah dan hanyaberbaring ditempat tidur.
e.       Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan umum: tampak lemah
a)      Tingkat kesadaran : compos mentis
b)      GCS: 15
c)      Berat badan: 60 Kg (IWL= 15xBBKg/24jam =15x60=900cc/24jam)
d)     Tinggi badan: 160 cm
e)      Tanda-tanda vital
·         Tekanan darah : 115/66 mmHg
·         Pernafasan : 24x/i
·         Nadi : 110x/i
·         Suhu :38,7 C
2)      Rambut dan kepala
Sebagian rambut pasien tampak bekas terbakar, seluruh wajahpasien tampak mengalami luka bakar, tampak pus pada luka, danwajah tampak kemerahan
3)      Mata
Tampak disekitar mata pasien ada luka bakar, konjuntiva tampak anemis, sklera tidak ikterik dan mata semetris kiri dan kanan.
4)      Telinga
Telinga pasien tampak simetris, tampak ada luka bakar pada kedua daun telinga pasien. Reflek pendengaran pasien normal.
5)      Hidung
Tampak luka bakar di hidung pasien, tampak bulu hidung pasien sebagian terbakar, mukosa hidung pasien tampak kering.
6)      Mulut
Tampak bibir pasien terkena luka bakar, pasien kesulitan membuka mulut, tampak mukosa mulut kering.
7)      Leher
Tampak ada luka bakar di leher pasien, tidak ada pembengkakan vena jugularis, dan kelenjat tiroid tidak membesar.
8)      Dada
a)      Jantung
Inspeksi : tampak ada sedikit luka bakar pada dada, iktuskordis terlihat.
Palpasi : iktus kordis teraba, tidak ada nyeri tekan pada dada
Perkusi : batas jantung pasien normal
Auskultasi: irama jantung pasien aritmia
b)      Paru-paru
Inspeksi : tampak gerakan dada simetris kiri dan kanan, tidakada tarikan dinding dada kedalam saat bernafas.
Palpasi : fremitus kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi: vesikuler (tidak ada bunyi nafas tambahan)
9)      Abdomen
Inspeksi : perut tampak simetris dan tidak ada luka bakar diperut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan hepar tidak teraba
Perkusi : batas hepar normal, tidak ada nyeri pada pemeriksaan ginjal.
Auskultasi : bising usus ± 7x/i
10)  Integumen
Tampak pada kulit wajah, leher, kedua tangan, paha, dan pinggang ada luka bakar. Warna dasar luka merah dan hitam, luka bakar tersebut tampak basah, berair, terdapat pus dan kulit tampak kering. Tidak dijumpai adanya bulae pada luka dan tugor kulit tampak tampak jelek. Kulit pasien juga tampak kemerahan dan sering berkeringat.
11)  Ekstermitas
a)      Ekstermitas atas
Tampak kedua ekstermitas atas pasien ada luka bakar dan udema ditelapak tangan.
b)      Ekstermitas bawah
Tampak kedua paha pasien ada luka bakar. akral pasien teraba hangat dan tampak tidak ada udema. CRT kembali dalam 2 detik.
12)  Genitalia
Genitalia pasien tampak bersih dan tidak ada luka bakar pada genitalia pasien.
f.       Data psikologis
1)      Status emosional
Pasien tampak kurang mampu menahan emosinya jika bagian lukanya terkena sentuhan dan nyeri. Keluarga pasien juga tidak memberitahu kepada pasien bahwa istrinya meninggal dunia akibat kebakaran yang dialami. Ayah pasien takut hal itu dapat membuat pasien sangat sedih.
2)      Kecemasan
Pasien tampak cemas dan gelisah dengan penyakit dan nyeri yangdirasakannya. Ibu dan ayah pasien juga merasa cemas denganpenyakit anaknya.
3)      Pola koping
Pasien tampak sering berfokus pada diri sendiri dan cenderungsering menyalahkan orang lain.
4)      Gaya komunikasi
Pasien berkomunikasi menggunakan bahasa indonesia dan bahasadaerah. Pasien tampak sedikit kesulitan saat bicara karena lukabakar pada bibir pasien.
g.      Data social
Pasien mampu berinteraksi dengan orang sekitarnya. Hubungan pasien dengan keluarga dan temannya cukup baik.
h.      Data spiritual
selama sakit pasien tidak dapat melaksanakan ibadah shalat, pasienhanya berbaring ditempat tidur. Saat merasakan nyeri pasien seringberistighfar.
i.        Data penunjang
Tanggal
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
17 Mei 2016
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Glukosa sewaktu
Natrium
Kalium
Klorida serum
10,3 g/dl
16.600/mm3
155.000/mm3
30%
137 mg/dl
135 mmol/L
3,2 Mmol/L
104 Mmol/L
14-18 g/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
40%-48%
<200 mg/dl
136-145 mmol/L
3,5-5,1 Mmol/L
97-111 Mmol/L
20 Mei 2016
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Glukosa sewaktu
Ureum darah
Kreatinin
Natrium
Kalium
Klorida serum
Total protein
Albumin
Globulin
9,9 g/dl
20.600/mm3
34.000/mm3
30%
110 mg/dl
25 mg/dl
0,8 mg/dl
130 mmol/L
3,6 Mmol/L
101 Mmol/L
4,7 g/dl
1,9 g/dl
2,8 g/dl
14-18 g/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
40%-48%
<200 mg/dl
10,0-50,0 mg/dl
0,6-1,1 mg/dl
136-145 mmol/L
3,5-5,1 Mmol/L
97-111 Mmol/L
6,5-8,7 g/dl
3,8-5,0 g/dl
1,3-2,7 g/dl
22 Mei 2016
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Total protein
Albumin
Globulin
10,0 g/dl
21.000 /mm3
364.000/mm3
31%
5,9 g/dl
2,1 g/dl
3,8 g/dl
14-18 g/dl
5.000-10.000/mm3
150.000-400.000/mm3
40%-48%
6,5-8,7 g/dl
3,8-5,0 g/dl
1,3-2,7 g/dl

j.        Program dan rencana pengobatan
1)      Infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit (per 8 jam)
2)      Diit tinggi kalori dan tinggi protein
3)      Debridemen 1x sehari
4)      Hidroterapi 1x 2 hari
5)      Cefoperazon 2x1
6)      Ranitidine 3x1
7)      Levofloxacim 1x500mg
8)      Keterolax 2x1
9)      Paracetamol tablet 4x1
2. Analisa data
Data
Etiologi
Masalah
Data subjektif:
1)      Pasien mengatakan
sering haus
2)      Pasien mengatakan
badan terasa lemah
3)      Pasien mengatakan
sering BAK
Data objektif:
1)      Kulit tampak kering
2)      Tugor kulit jelek
3)      Telapak tangan tampak udema
4)      Intake cairan: 3500 cc (intake oral + cairan infus)
5)      Output cairan: ±4650 cc (BAK pasien+IWL)
4)      Tekanan darah: 115/66 mmHg
5)      Nadi: 110 x/i
6)      Suhu tubuh: 38,70 C
7)      Hematokrit: 30%
8)      Natrium: 135 mmol/L
9)      Kalium: 3,2 Mmol/L
Kehilangan cairan
aktif
Kekurangan volume
cairan
Data Subjektif:
1.      Pasien mengatakan nyeri pada luka bakar
2.      Pasien mengatakan skala nyeri 6
3.      Pasien juga mengatakan sulit bergerak karena nyeri
Data objektif:
1.      Ekspresi wajah meringis
2.      Fokus pada diri sendiri
3.      Gelisah
4.      Tekanan darah: 115/66 mmHg
5.      Nadi: 110 x/i
6.      Pernafasan: 24 x/i
cedera luka bakar
Nyeri akut
Data objektif:
1.      Adanya luka bakar pada kepala, leher, kedua lengan, pinggang dan paha
2.      Warna dasar luka merah dan hitam
3.      Sebagian besar daerah luka berada pada derajat 2 dalam kecuali paha yang berada pada derajat 2 dangkal
4.      Luka tampak basah
5.      Adanya pus pada luka
Adanya luka terbuka
Kerusakan integritas
kulit
Data subjektif:
1.      Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering demam
Data Objektif:
1.      Tubuh pasien teraba Hangat
2.      Wajah tampak kemerahan
3.      Suhu tubuh pasien: 38,70 C
4.      Leukosit: 16.600/mm3
Dehidrasi dan infeksi
Hipertermi
Data subjektif:
1.      Pasien mengatakan cemas dengan luka yang didapatnya.
Data objektif:
1.      Tampak khawatir dengan lukanya
2.      Berfokus pada diri sendiri

Perubahan pada status
kesehatan
Ansietas

2.      Diagnosa Keperawatan
1.      Kekurangan volumecairan berhubungandengan kehilangan cairanaktif
2.      Nyeri akut berhubungandengan cedera luka bakar
3.      Kerusakan integritaskulit berhubungandengan luka terbuka
4.      Hipertermi berhubungandengan dehidrasi daninfeksi
5.      Ansietas berhubungandengan perubahan pada status kesehatan














C.    Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
1
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
1.      Keseimbangan cairan
Indikator:
-          Tekanan darah dalam rentang yang diharapkan
-          Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
-          Tidak ada edema perifer
-          Haus yang abnormal tidak ada
-          Hidrasi kulit
-          Hematokrit dalam batas normal
2.      Hidrasi
Indikator:
-          Hidrasi kulit
-          Edema perifer tidak ada
-          Haus yang abnormal tidak ada
-          Tekanan darah dalam batas normal
-          Hematokrit dalam batas normal
3.      Status nutrisi: asupan makanan dan cairan
Indikator:
-          Asupan makan oral
-          Asupan cairan oral
-          - Nutrisi parenteral total
Manajemen cairan
1.      Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2.      Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa dan nadi adekuat), jika diperlukan
3.      Monitor vital sign setiap 15 menit – 1 jam
4.      Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
5.      Kolaborasi pemberian cairan IV
6.      Monitor status nutrisi
7.      Berikan cairan oral
Manajemen hipovolemik
1.      Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
2.      Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, elektrolit, Hmt, osmolalitas urin, albumin, dan total protein)
3.      Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan


2
Nyeri akut berhubungan dengan cedera luka bakar
1.      Tingkatan nyeri
Indikator:
-          Melaporkan nyeri
-          durasi / lamanya nyeri
-          ekspresi wajah saat nyeri
-          ketegangan otot
2.      Kontrol nyeri
Indikator:
-          Mengenali timbulnya nyeri
-          Menunjukkan faktor penyebab
-          Melaporkan perubahan nyeri
-          Melaporkan kontrol nyeri
3.      Tingkatan ketidaknyamanan
Indikator:
-          Nyeri, kecemasan
-          Mengerang
4.      Tanda-tanda vital
Indikator:
-          Denyut nadi radial
-          Tingkat pernafasan
-          Tekanan darah sistolik, tekanan
darah distolik
Manajemen nyeri
1.      Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor prepitasi
2.      Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
3.      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
4.      Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, dan distraksi.
5.      Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
6.      Tingkatkan istirahat
7.      Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
Pemberian analgetik
1.      Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2.      Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
3.      Cek riwayat alergi
4.      Evaluasi efektifitas analgetik
Manajemen lingkungan:
kenyamanan
1.      Menentukan sumber ketidaknyamanan
2.      Memberikan lingkungan yang aman dan bersih
3.      Memfasilitasi posisi pasien yang nyaman
3
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan luka terbuka
a.    Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa
Indikator:
-          Temperatur kulit
-          Sensasi
-          Hidrasi
-          Perfusi jaringan
-          Integritas kulit
b.    Penyembuhan luka
Indikator:
1)      Pembentukan bekas luka
2)      Bau luka busuk
c.    Fungsi sensorik: kulit
Indikator:
1)      Hilangnya sensasi
2)      Parathesia
Pressure Management
1.      Anjurkan pasien  untuk menggunakan pakaian yang longgar
2.      Hindari kerutan pada tempat tidur
3.      Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
4.      Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
5.      Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien Monitor status nutrisi pasien
6.      Atur posisi untuk menghindari penekanan atau ketegangan pada luka
7.      Monitor kulit
Perawatan Luka
1.      Perawatan luka bakar dengan hidroterapi dan debridemen
2.      Pertahankan teknik steril ketika melakukan perawatan luka
3.      Bandingkan setiap perubahan
4
Hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi dan infeksi
a.       Termoregulasi
Indikator:
1)      Melaporkan ketidaknyaman suhu
2)      Penurunan suhu pada kulit
3)      Perubahan warna kulit, otot berkedut dehidrasi
b.      Vital sign
Indikator:
1)      Suhu tubuh, denyut jantung apikal, irama jantung apical
2)      Denyut nadi radial. Tingkat pernapasan, irama nafas, tekanan darah sistolik
a.       Penanganan demam
1)      Monitor suhu sesering mungkin
2)      Monitor warna dan suhu kulit
3)      Monitor TD, nadi, RR
4)      Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
5)      Tingkatkan sirkulasi darah
6)      Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7)      Monitor leukosit
b.      Monitoring tanda-tanda vital
1)      Pantau keberadaan dan kualitas nadi
2)      Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
3)      Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
5
Ansietas berhubungan dengan
perubahan pada status kesehatan
1)      Kontrol kecemasan diri
Indikator:
-          Ekspresi wajah
-          Ungkapan gejala cemas
2)      Tingkat kecemasan
Indikator:
-          Ekspresi wajah
-          Bahasa tubuh
3)      Koping
Penurunan kecemasan
1)            gunakan pendekatan yang menenangkan
2)            jelaskan semua prosedur
3)            berikan informasi faktual tentang diagnosis
4)            libatkan keluarga untuk mendampingi pasien
5)            intsruksikan pada pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
6)            identifikasi tingkat kecemasan
7)            dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi


BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Jenis jenis luka bakar dibedakan berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan dan tingkat keseriusan luka. Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna,kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat,2001). Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.



DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Rendy, Clevo & Margareth. 2012.Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar